Senin, 27 Mei 2019

MENCEGAH KELALAIAN 10 MALAM TERAKHIR RAMADHAN


Mencegah kelalaian 10 malam terakhir ramadhan


Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Puji syukur senantiasa kita panjatkan, kita ucapkan dari lisasn kita kepada Allah Azza Wajala yang telah memberikan kepada kita nikmat yang begitu banyak, yang begitu besar salah satu nikmat-Nya ialah nikmat waktu luang dan kesempatan sehingga kita masih diberikan Allah waktu untuk menuntut ilmu dan yang paling penting dari nikmat-Nya ialah nikmat Iman dan Islam yang masih kita pegang Insyaallah sampai hari pembalasan kelak. Sholawat dan salam senantiasa kita ucapkan kepada junjungan kita suri tauladan kita, contoh kita, panutan kita Nabi Muhammad SAW. Yang telah membawa perjuangan agama Islam ini samapai hari kiamat. Marilah kita bersholawat kepada keluarga, sahabat dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Alhamdulillah saudaraku waktu begitu cepat tak teras ramadhan sebentar lagi meninggalkan kita amat begitu pilu dan sedih mendengar kabar ini. Belum terasa manisnya ibadah, belum terasa manisnya iman, belum terasa merengeknya kita dalam berdoa kepada Allah. Belum terasa itu semua, kita sudah hampir dipenghujung Ramadhan bulan yang paling mulia. Memasuki akhir Ramadhan tentu ada beberapa persiapan bagi orang yang beriman yang akan beribadah kepada Allah. akan tetapi banyak diantara kita masih tidak sadar dan lalai akan berita ini padahal Keutamaan 10 hari terakhir bulan Ramadhan telah banyak dijelaskan dalam berbagai hadits Rasulullah SAW. Sebagai seorang muslim yang taat 10 malam terakhir bulan ramadhan tentu menjadi malam yang sangat berarti karena didalam nya terdapat berbagai macam kemuliaan dan dimalam itu juga Allah Subhanahuwataala turun kan malam yang lebih baik dari 1.000 bulan yaitu malam lailatul qadr. Sudah seharusnya kita sebagai seorang muslim menunggu malam kemuliaan ini yang sangat luar biasa mulianya dan kita juga dianjurkan memperbanyak ibadah di 10 malam terakhir bulan ramadhan. Saudaraku sekalian patut kita perhitungkan kemuliaan yang ada dimalam lailatul qadr, jangan hanya kita sibuk mempersiapkan hal yang berhubungan dengan duniawi saja sehingga kita lupa akan malam yang sangat mulia. Namun, masih banyak dari kita yang begitu melalaikan momentum 10 malam terakhir ini padahal sangat dianjurkan bagi setiap muslim dan kita juga harus mempertebal ibadah kita dihadapan Allah Subhanahuwataala. Nabi Muhammad SAW sendiri apabila telah masuk 10 hari terakhir Ramadhan beliau mengencangkan ikatan sarung, beri'tikaf dan tidak menggauli istri-istrinya. Saya akan mengutip redaksi dari Syeikh Prof Dr Umar Al-Muqbil Hafizhahullah.
Berikut lima pesan Syeikh Prof Dr Umar Al-Muqbil (hafizhahullah) dalam menghidupkan 10 malam terakhir Ramadhan seperti dikutip dari telegramnya https://t.me/dr_omar_almuqbil

1.      Tolak adanya keterlibatan daya dan upaya dari dirimu
Demi Allah. Hamba sekali-kali tidak akan mampu bertasbih, ruku’ dan membaca satu ayat al-Quran kecuali dengan adanya pertolongan Allah! Renungkan ayat ini yang senantiasa engkau baca disetiap raka’at, “IyyaKa na’budu wa IyyaaKa nasta’in” artinya : Hanya Engkaulah yang kamu sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Alfatihah. 5). Perbanyaklah mengucapkan dzikir: “Laa haula wa laa quwata illa billah” Artinya : “Tidak ada daya untuk menghindarkan diri dari maksiat selain dengan perlindungan dari Allah. Tidak ada kekuatan untuk melaksanakan ketaatan selain dengan pertolongan Allah.” Semua semata-mata dari Allah. Jika dirimu berserah sepenuhnya pada daya dan upaya sendiri, sungguh engkau diserahkan pada sosok yang kerdil dan lemah. Perbanyaklah permohonan kepada-Nya agar Dia menolongmu untuk menjalani sisa waktu yang ada karena hal ini merupakan sebab terbesar untukl mengundang pertolongan dan taufik dari Allah ta’ala.

2.      Lakukanlah amalan seolah-olah engkau tidak akan menjumpai lagi sepuluh malam terakhir Ramadhan kecuali pada tahun ini! Jika nafasmu mengajak malas, maka ingatkan dia bahwa beramal selama satu jam dimalam kemuliaan Lailatul Qadr lebih baik dari pada beramal 3.000 hari atau lebih dari 80 tahun dan beramal selama satu menit disaat itu lebih baik dari pada beramal selama 50 hari. Sungguh merugi mereka yang tidak mampu memperoleh keutamaan tersdebut!

3.      Jauhi majelis yang dipenuhi senda-gurau dan kelalaian.
Berusahalah agar mayoritas waktu dipenuhi dengan khulwah (bersendirian) dengan Allah, entah engkau melakukannya dimasjid atau dirumah. Setiap orang lebih menghetahui kondisi dirinya. Jika dia mampu ber’itikaf dimasjid, maka hal iti baik. Namun, bagi yan belum mampu, janganlah melewatkan kesempatan untuk meneyndiri beribadah kepada Rabb-Nya meski dilakukan dirumah.




4.      Variasikan ibadahmu
Apakah dengan membaca al-Quran, shalat, berdoa, berdzikir mutlak, atau merenungkan berbagai nikmat Allah yang diberikan kepadamu. Variasi ibadah ini salah satu tips yang ampuh untuk menghilangkan rasa bosan dan malas.
5.      Apabila Allah membantu untuk melakukan suatu ibadah, waspadalah jangan sampai engkau ujub.
Berbangga dengan ibadah. Sungguh hal itu bisa menggugurkan pahala ibadahmu. Ingatlah bahwa dipermukaan bumi ini pasti ada hamba-hamba Allah yang lain, lebih bersemangat dan bertakwa dari engkau. Patokannya adalah bagaimana amal dapat diterima, bukan sekadar memperbanyak amal.

Saudaraku dalam melaksanakan ibadah kepada Allah tentu ada sedikit paksaan, apabila kita hanya berdiam diri maka ibadah yang sudah ditetapkan oleh Allah dan Rassul-Nya sulit untuk kita kerjakan. Motivasi diri juga sangat penting terutama dalam hal melaksanakan ibadah kepada-Nya.Marilah senantiasa kita meningkatkan kualitas ibadah kita di 10 malam terakhir bulan Ramadhan ini manfaatkan waktu yang terisisa sehingga amalan yang bernilai tinggi mampu ditaklukkan dan dijalankan sebaimana mestinya dan jadikan didalam benak bahwa ini merupakan Ramadhan terakhir yang kita jalankaan.
Fastabiqul Khairat
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh



                                                                                

Rabu, 12 Juli 2017

CONTOH-CONTOH BID’AH DI MASYARAKAT
Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.
بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Alhamdulillah, Allooh سبحانه وتعالى mempertemukan kita kembali untuk meneruskan kajian kita tentang masalah yang penting dalam urusan hidup dan kehidupan kita, termasuk kehidupan kita setelah di dunia ini, dimana bahasan-bahasan yang kita lakukan dalam majlis kita adalah masalah Bid’ah. Masalah Bid’ah adalah urusan-urusan yang dikaitkan dengan Dien(Islam), padahal tidak ada wujud bukti dan fakta serta contoh dariRosuulullooh صلى الله عليه وسلم.
Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,
Kali ini kita membicarakan model-model dan contoh-contoh atau tampilan-tampilan Bid’ah dalam masyarakat dan kehidupan kaum muslimin, dimana pada kesempatan ini akan disampaikan dua perkara Bid’ah, yaitu:
  1. Bid’ah hari ‘Asyuroo,
  2. Bid’ah Mauludan Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.
Mudah-mudahan dua perkara tersebut bisa kita selesaikan pembahasannya dan kita tuntaskan pada pertemuan kali ini, dan insyaa Allooh pada pertemuan yang akan datang kita lanjutkan dengan membahas bentuk-bentuk Bid’ah yang lain. Dan mungkin akan kita urutkan sesuai dengan urutan bulan.
Pertama, bid’ah pada bulan Muharrom, yang biasa dilakukan oleh kaum muslimin, yang mengatas-namakan syi’ar Islam pada bulan Muharrom. Berikutnya bulan Shafar,  Rabi’ul Awwal, dan seterusnya sampai bulan Dzulhijjah. Kalau itu bisa selesai sampai bulan Dzulhijjah,  kita akan kembali kepada keseharian kita. Yaitu keseharian kita dalam aqidah, keseharian kita dalam urusan ibadah, serta keseharian kita dalam urusan mu’amalah, yang kesemuanya itu tidak ada dasarnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Senin, 12 Juni 2017

BEBERAPA CONTO H BID’AH MASA KINI



BEBERAPA CONTO
H BID’AH MASA KINI
Oleh
Syaikh Dr Sahlih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan
Di antaranya adalah :
1. Perayaan bertepatan dengan kelahiran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pada bulan Rabiul Awwal.
2.Tabarruk (mengambil berkah) dari tempat-tempat tertentu, barang-barang peninggalan, dan dari orang-orang baik, yang hidup ataupun yang sudah meninggal.
3. Bid’ah dalam hal ibadah dan taqarrub kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
Bid’ah-bid’ah modern banyak sekali macamnya, seiring dengan berlalunya zaman, sedikitnya ilmu, banyaknya para penyeru (da’i) yang mengajak kepada bid’ah dan penyimpangan, dan merebaknya tasyabuh (meniru) orang-orang kafir, baik dalam masalah adat kebiasaan maupun ritual agama mereka. Hal ini menunjukkan kebenaran (fakta) sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.
“Artinya : Sungguh kalian akan mengikuti cara-cara kaum sebelum kalian” [Hadits Riwayat At-Turmudzi, dan ia men-shahihkannya]

Rabu, 03 Mei 2017

Mengetahui hukum perbuatan bid'ah dan pengertian bid'ah

Saudaraku yang semoga kita selalu mendapatkan taufik Allah, seringkali kita mendengar kata bid’ah, baik dalam ceramah maupun dalam untaian hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun, tidak sedikit di antara kita belum memahami dengan jelas apa yang dimaksud dengan bid’ah sehingga seringkali salah memahami hal ini. Bahkan perkara yang sebenarnya bukan bid’ah kadang dinyatakan bid’ah atau sebaliknya. Tulisan ini -insya Allah- akan sedikit membahas permasalahan bid’ah dengan tujuan agar kaum muslimin bisa lebih mengenalnya sehingga dapat mengetahui hakikat sebenarnya. Sekaligus pula tulisan ini akan sedikit menjawab berbagai kerancuan tentang bid’ah yang timbul beberapa saat yang lalu di website kita tercinta ini. Sengaja kami membagi tulisan ini menjadi empat bagian. Kami harapkan pembaca dapat membaca tulisan ini secara sempurna agar tidak muncul keraguan dan salah paham. Semoga kita selalu mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
AGAMA ISLAM TELAH SEMPURNA
Saudaraku, perlu kita ketahui bersama bahwa berdasarkan kesepakatan kaum muslimin, agama Islam ini telah sempurna sehingga tidak perlu adanya penambahan atau pengurangan dari ajaran Islam yang telah ada.
Marilah kita renungkan hal ini pada firman Allah Ta’ala,
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Ma’idah [5] : 3)
Seorang ahli tafsir terkemuka –Ibnu Katsir rahimahullah– berkata tentang ayat ini, “Inilah  nikmat Allah ‘azza wa jalla yang tebesar bagi umat ini di mana Allah telah menyempurnakan agama mereka, sehingga  mereka pun tidak lagi membutuhkan agama lain selain agama ini, juga tidak membutuhkan nabi lain selain nabi mereka Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah menjadikan Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada kalangan jin dan manusia. Maka perkara yang halal adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam halalkan dan perkara yang haram adalah yang beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam haramkan.” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, pada tafsir surat Al Ma’idah ayat 3)
SYARAT DITERIMANYA AMAL
Saudaraku –yang semoga dirahmati Allah-, seseorang yang hendak beramal hendaklah mengetahui bahwa amalannya bisa diterima oleh Allah jika memenuhi dua syarat diterimanya amal. Kedua syarat ini telah disebutkan sekaligus dalam sebuah ayat,
فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَالِحًا وَلَا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Rabbnya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan Rabbnya dengan sesuatu pun.” (QS. Al Kahfi [18] : 110)
Ibnu Katsir mengatakan mengenai ayat ini, “Inilah dua rukun diterimanya amal yaitu [1] ikhlas kepada Allah dan [2] mencocoki ajaran Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَحْدَثَ فِى أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa membuat suatu perkara baru dalam agama kami ini yang tidak ada asalnya, maka perkara tersebut tertolak.” (HR. Bukhari no. 20 dan Muslim no. 1718)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa melakukan suatu amalan yang bukan ajaran kami, maka amalan tersebut tertolak.” (HR. Muslim no. 1718)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hadits ini adalah hadits yang sangat agung mengenai pokok Islam. Hadits ini merupakan timbangan amalan zhohir (lahir). Sebagaimana hadits innamal a’malu bin niyat [sesungguhnya amal tergantung dari niatnya] merupakan timbangan amalan batin. Apabila suatu amalan diniatkan bukan untuk mengharap wajah Allah, pelakunya tidak akan mendapatkan ganjaran. Begitu pula setiap amalan yang bukan ajaran Allah dan Rasul-Nya, maka amalan tersebut tertolak. Segala sesuatu yang diada-adakan dalam agama yang tidak ada izin dari Allah dan Rasul-Nya, maka perkara tersebut bukanlah agama sama sekali.” (Jami’ul Ulum wal Hikam, hal. 77, Darul Hadits Al Qohiroh)
Beliau rahimahullah juga mengatakan, “Secara tekstual (mantuq), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang tidak ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tertolak. Secara inplisit (mafhum), hadits ini menunjukkan bahwa setiap amal yang ada tuntunan dari syari’at maka amalan tersebut tidak tertolak. …Jika suatu amalan keluar dari koriodor syari’at, maka amalan tersebut tertolak.
Dalam sabda beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam ‘yang bukan ajaran kami’ mengisyaratkan bahwa setiap amal yang dilakukan hendaknya berada dalam koridor syari’at. Oleh karena itu, syari’atlah yang nantinya menjadi hakim bagi setiap amalan apakah amalan tersebut diperintahkan atau dilarang. Jadi, apabila seseorang melakukan suatu amalan yang masih berada dalam koridor syari’at dan mencocokinya, amalan tersebutlah yang diterima. Sebaliknya, apabila seseorang melakukan suatu amalan keluar dari ketentuan syari’at, maka amalan tersebut tertolak. (Jami’ul Ulum wal Hikam,  hal. 77-78)
Jadi, ingatlah wahai saudaraku. Sebuah amalan dapat diterima jika memenuhi dua syarat ini yaitu harus ikhlas dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jika salah satu dari dua syarat ini tidak ada, maka amalan tersebut tertolak.
PENGERTIAN BID’AH
[Definisi Secara Bahasa]
Bid’ah secara bahasa berarti membuat sesuatu tanpa ada contoh sebelumnya. (Lihat Al Mu’jam Al Wasith, 1/91, Majma’ Al Lugoh Al ‘Arobiyah-Asy Syamilah)
Hal ini sebagaimana dapat dilihat dalam firman Allah Ta’ala,
بَدِيعُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Allah Pencipta langit dan bumi.” (QS. Al Baqarah [2] : 117, Al An’am [6] : 101), maksudnya adalah mencipta (membuat) tanpa ada contoh sebelumnya.
Juga firman-Nya,
قُلْ مَا كُنْتُ بِدْعًا مِنَ الرُّسُلِ
“Katakanlah: ‘Aku bukanlah yang membuat bid’ah di antara rasul-rasul’.” (QS. Al Ahqaf [46] : 9) , maksudnya aku bukanlah Rasul pertama yang diutus ke dunia ini. (Lihat Lisanul ‘Arob, 8/6, Barnamej Al Muhadits Al Majaniy-Asy Syamilah)
[Definisi Secara Istilah]
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan bahwa bid’ah adalah:
عِبَارَةٌ عَنْ طَرِيْقَةٍ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا المُبَالَغَةُ فِي التَّعَبُدِ للهِ سُبْحَانَهُ
Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) yang menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah Ta’ala.
Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan tidak termasuk di dalamnya adat (tradisi).
Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah
طَرِيْقَةٌ فِي الدِّيْنِ مُخْتَرَعَةٍ تُضَاهِي الشَّرْعِيَّةَ يُقْصَدُ بِالسُّلُوْكِ عَلَيْهَا مَا يُقْصَدُ بِالطَّرِيْقَةِ الشَّرْعِيَّةِ
Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syari’at (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut) adalah sebagaimana niat ketika menjalani syari’at (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah). (Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah)
Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan,
وَالْبِدْعَةُ : مَا خَالَفَتْ الْكِتَابَ وَالسُّنَّةَ أَوْ إجْمَاعَ سَلَفِ الْأُمَّةِ مِنْ الِاعْتِقَادَاتِ وَالْعِبَادَاتِ
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya pengertian bid’ah secara istilah adalah suatu hal yang baru dalam masalah agama setelah agama tersebut sempurna. (Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah)
Sebenarnya terjadi perselisihan dalam definisi bid’ah secara istilah. Ada yang memakai definisi bid’ah sebagai lawan dari sunnah (ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam), sebagaimana yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Asy Syatibi, Ibnu Hajar Al Atsqolani, Ibnu Hajar Al Haitami, Ibnu Rojab Al Hambali dan Az Zarkasi. Sedangkan pendapat kedua mendefinisikan bid’ah secara umum, mencakup segala sesuatu yang diada-adakan setelah masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam baik yang terpuji dan tercela. Pendapat kedua ini dipilih oleh Imam Asy Syafi’i, Al ‘Izz bin Abdus Salam, Al Ghozali, Al Qorofi dan Ibnul Atsir. Pendapat yang lebih kuat dari dua kubu ini adalah pendapat pertama karena itulah yang mendekati kebenaran berdasarkan keumuman dalil yang melarang bid’ah. Dan penjelasan ini akan lebih diperjelas dalam penjelasan selanjutnya. (Lihat argumen masing-masing pihak dalam Al Bida’ Al Hawliyah, Abdullah At Tuwaijiri, www.islamspirit.com)
Inilah sedikit muqodimah mengenai definisi bid’ah dan berikut kita akan menyimak beberapa kerancuan seputar bid’ah. Pada awalnya kita akan melewati pembahasan ‘apakah setiap bid’ah itu sesat?’. Semoga kita selalu mendapat taufik Allah.
***
Disusun oleh : Muhammad Abduh Tuasikal, S.T.
Dimuroja’ah oleh : Ustadz Aris Munandar
Artikel 
www.muslim.or.id

MENCEGAH KELALAIAN 10 MALAM TERAKHIR RAMADHAN

Mencegah kelalaian 10 malam terakhir ramadhan Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur senantiasa kita panjatkan, k...